Emosi Dalam Perspektif Psikologi Lintas Budaya
Main Article Content
Abstract
Penelitian ini mengkaji hubungan antara emosi dan budaya dalam perspektif psikologi lintas budaya. Emosi dasar, seperti marah, sedih, dan bahagia, dipandang sebagai sifat bawaan biologis (universalitas), namun ekspresi dan pengaturannya sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya (relativisme). Metode penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka dengan menghimpun dan menganalisis data dari berbagai literatur yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya individualistik cenderung mendorong ekspresi emosi yang terbuka dan intens, sedangkan budaya kolektivistik lebih menekankan pengendalian emosi untuk menjaga keharmonisan sosial. Selain itu, budaya juga memengaruhi cara emosi diberi label dan dipahami, yang menciptakan perbedaan perilaku emosional di berbagai budaya. Sebagai contoh, budaya kolektivistik sering kali menahan emosi negatif seperti kemarahan, sementara budaya individualistik mendorong kebebasan dalam mengekspresikan diri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa emosi merupakan hasil interaksi antara faktor biologis dan budaya. Untuk memahami emosi secara menyeluruh, diperlukan pendekatan yang mengintegrasikan perspektif universalitas dan relativisme budaya, sehingga dapat menjelaskan kompleksitas emosi manusia dalam berbagai latar budaya.
Article Details
Section
Articles
Main Article Content
Abstract
Penelitian ini mengkaji hubungan antara emosi dan budaya dalam perspektif psikologi lintas budaya. Emosi dasar, seperti marah, sedih, dan bahagia, dipandang sebagai sifat bawaan biologis (universalitas), namun ekspresi dan pengaturannya sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya (relativisme). Metode penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka dengan menghimpun dan menganalisis data dari berbagai literatur yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya individualistik cenderung mendorong ekspresi emosi yang terbuka dan intens, sedangkan budaya kolektivistik lebih menekankan pengendalian emosi untuk menjaga keharmonisan sosial. Selain itu, budaya juga memengaruhi cara emosi diberi label dan dipahami, yang menciptakan perbedaan perilaku emosional di berbagai budaya. Sebagai contoh, budaya kolektivistik sering kali menahan emosi negatif seperti kemarahan, sementara budaya individualistik mendorong kebebasan dalam mengekspresikan diri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa emosi merupakan hasil interaksi antara faktor biologis dan budaya. Untuk memahami emosi secara menyeluruh, diperlukan pendekatan yang mengintegrasikan perspektif universalitas dan relativisme budaya, sehingga dapat menjelaskan kompleksitas emosi manusia dalam berbagai latar budaya.